Sejarah Turunnya Al-Qur’an

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makalah berjudul “turunnya al – Qur’an” ini ditulis, pertama karena tidak mudah menyatukan dan menyusun data yang diperoleh dari sumber yang berbeda seperti dari buku dan website tertentu, serta melakukan penggabungan dalam setiap materi untuk menjadi satu. Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang sejarah, proses pengumpulan dan penyalinan Al-Qur’an. juga berusaha memaparkan segala hal yang bersangkutan dengan Al-Qur’an. dan haruskah kita para manusia percaya akan apa yang ada dalam Al-Qur’an, serta sejauh manakah pengetahuan kita terhadap kitab suci umat islam ini.

Hasil dari sumber yang telah dibaca, bahwa Al-Qur’anadalah kitab suci terakhir dan merupakan sumber hukum untuk seluruh umat islam.

Jadi untuk hal dasar, sekiranya kita harus mengetahui, mengenal dan memahami terlebih dahulu apakah Al-Qur’an itu, sehingga dengan demikian kita dapat mengimaninya dengan baik dan tidak ragu akan kebenaran yang tertera didalamnya.. marilah kita mempelajari tentang Al-Qur’an. Karena jika kita tidak mengenal dan tau apakah dan bagaimanakah sebenarnya Al-Qur’an.  kita akan mengetahui apa larangan dan perintah Allah yang tertera dalam Al-Qur’an.[1] Untuk itu akn saya sebutkan mengenai rumusan masalah yang tertera dibawah ini.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 APengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi al-Salih berarti “bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al-Qur’anitu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca). Di dalam Al-Qur’ansendiri ada pemakaian kata “Qur’an”, sebagaimana Firman Allah SWT. :

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an(didalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. kerana itu jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya”.[2]

 

Kemudian dipakai kata “Qur’an” itu untuk Al-Qur’anyang dikenal sekarang ini. Adapun definisi Al Qur’an ialah: “Kalam Allah s.w.t. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.yang Lafadznya memiliki kemu’jizatan , atau membacanya termasuk ibadah , diturunkan secara Mutawatir, tertulis dalam Mushaf dari awal Surat al-Fatihah sampai Akhir Surat an-Nas.[3]

Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad s.a.w. tidak dinamakan Al-Qur’anseperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.s. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al-Qur’an.

B. Nama-nama Al-Qur’an

Al-Qur’anmempunyai banyak nama dan nama yang paling terkenal adalah Al-Qur’anitu sendiri. Nama-Nama lainnya adalah :

  1. Al-Furqaan  yang  artinya: “Pembeda”, yakni sebagai Pembeda antara yang haq dan yang bathil, sebagaimana Firman Allah S.W.T : “Maha Suci Allah yang telah menururunkan Al-Furqon (Al-Qur’an) kepada hambanya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh Alam.”
  1. Al-Kitab : yakni pengumpulan atau penghimpunan. dikatakan demikian,sebab Al-Qur’an dapat menghimpun berbagai ilmu pengetahuan,kisah-kisah, dan berita-berita secara akurat, sebagaimana Firman Allah S.W.T. “Segala Puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada Hambanya Al-Kitab (Al-Qur’andan dia tidak mengadakan kebengkokan didalamnya sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sis Allah S.W.T.  dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal sholeh bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.”
  1. At-Tanjil :  Artinya: yang berarti sesuatu yang diturunkan (Maf’uh). Sebab, ia diturunkan dari sisi Allah SWT. Sebagaimana Firman Nya :“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an, ketika Al-Qur’an itu datang kepada mereka, ( mereka itu pasti akan celaka , dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah Kitab yang mulia. Yang tidak datang kepada Nya (Al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya. Yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”
  1. Adz-Dzikru : yang berarti Ingat, sebab Al-Qur’an mengandung berbagai nasihat dan peringatan. Menurut pendapat lain, Al-Qur’an disebut Adz-Dzikru sebab mencakup berita-berita para nabi dan Umat-umat terdahulu ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Adz-Dzikru berarti Asy-syaraf (kemuliaan), sebagaimana Firman Allah SWT.:Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggung jawabannya.”

Inilah Empat nama lain yang terkenal setelah Al-Qur’an. Menurut Ahli Syara’, nama yang empat itu telah menjadi karakteristik umum bagi Al-Qur’an.

C. Turunnya Al-Qur’anal-Karim

Turun (Nuzul) secara Etimologis berarti mengambil tempat (Al-hulul), dengan demikian, pengertian penurunan (nuzul) yang dikehendaki adalah penurunan Al-Qur’ansecara majazi. Majaz dalam bahasa Arab memiliki bahasan yang luas. Kata penurunan tersebut bersamaan keberadaannya dengan keberadaan Al-Qur’an.[4]

D. Dimana Al-Qur’an berada sebelum diturunkan ?

Allah SWT. Berfirman : “bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam lauh mahfuzh.”

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’anberada di al-Lauh al-Mahfuzh. Pengertian al-Lauh al-Mahfuzh sendiri adalah daftar atau catatan umum yang telah dituliskan oleh Allah dalam azal mengenai hal-hal yang telah dan akan terjadi. Kewajiban bagi kita adalah mengimaninya bahwa al –lauh al-mahfuzh itu ada. Adapun pencarian atau pembahasannya selain itu, seperti pembahasan hakikat dan keberadaannya, bagaimana semua yang ada ini terdaftar didalamnya, dan pena apa yang dipakai untuk menulisnya, hal tersebut tidak wajib kita imani. Sebab, tidak ada hadist shohih pun dari al-ma’sum saw yang berkenaan dengan itu. Seandainya ada pernyataan mengenai hal tersebut, itu tiada lain hanyalah berupa atsar sebagian sahabat yang masih diragukan keberadaannya.[5]

E. Cara diwahyukannya Al-Qur’an

Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan. di antaranya:

  1. Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku”,
  2.  Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
  3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.
  4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surah (53) al- Najm ayat 13 dan 14. Artinya: Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha.[6]

F. Hikmah diturunkannya al-Quran secara beransur-ansur

Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al-Qur’anditurunkan secara beransur-ansur itu ialah:

  1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
  1. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur’anditurunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
  2.  Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
  3. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al-Qur’antidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’anayat (25) al Furqaan ayat 32, yaitu: mengapakah Al-Qur’antidak diturunkan kepadanya sekaligus ? Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri: “ demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu “
  4. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur’anditurunkan sekaligus.[7]

G. Pengumpulan Al-Qur’an

Di masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq ra, terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan  banyak sekali para qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an akibat wafatnya para huffazh. Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di lembaran-lembaran.

Zaid bin Tsabit ra berkata : “Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab berapa di sisinya.”

Abu Bakar ra berkata, bahwa Umar telah datang  kepadanya lalu ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu. Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.”

Abu Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw?”

Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik.”

Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.

Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka kumpulkanlah ia.”

Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an.

Aku bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?”

Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra.

Maka aku mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku temukan dari yang lainnya, yaitu ayat:

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olenya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)”

Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran al-Qur`an tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat: 1) Harus diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat. 2) Harus dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.

Saking telitinya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat at-Taubah tsb ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.

Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an, namun mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja.

Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke dalam satu tempat.

Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.[8]

BAB III

PENUTUP

 AKesimpuan

Kesimpulan dari pembahasan diatas adalah bahwasanya Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terakhir di dunia ini, Al-Qur’anadalah sumber hukum bagi seluruh umat manusia di seluruh dunia dan , Al-Qur’anadalah satu satunya kitab yang tidak mengalmi perbuahan dan pengaruh dari luar, masih muridan Al-Qur’anmerupakan kalam Allah swt. yang di bukukan untuk dijadikan pedoman dalam menjaankan hidup.

[1]  http://joerzack.tripod.com/SEJARAH_AL_QURAN.html

[2] Q.S Al-Qiyamah ayat 17-18

[3]   Syekh Muhammad Bin Muhammad Abu Syahbah. Studi Al-Qur’an Al-Karim (Kairo, Maktabah As-Sunnah,1992), 40

[4] Ibid 70

[5] Lihat tafsir Al-Qurtubi dab Ibnu Katsir serta Al-Alusi dalam penafsiran ayat Al-Buruj

[6] http://mediaislamnet.com/2010/08/sejarah-penulisan-pengumpulan-dan-penyalinan-al-quran/

[7] http://media.isnet.org/islam/Bucaille/BQS/QSejarah1.html

[8] Ibid

artikel iseng

   Kehidupan adalah suatu anugrah besar yang diberikan Allah kepada umat manusia dan segala ciptaannya. Namun manusia yang mempunyai kelebihan yakni otak, banyak yang tidak mengenalnya bahkan ada yang mengingkarinya dan tidak mau menerima ajaran para utusan (rasul) yang sudah jelas membawa berita bahagia dan memberi peringatan bagi manusia seperti kita ini. Kalau kita berpikir secara mendalam dengan otak yang kita miliki pasti ujung-ujung akan berakhir pada-Nya, dan kita bisa membuktikan kebenaran ajaran yang dibawa oleh para utusan secara ilmiah/ realita dalam kehidupan, bahwa ajaran para utusan itu benar dan sangat bermanfaat bagi kehidupan didunia maupun diakhirat. Tetapi seluruh umat manusia perlu mengetahui akan seluruh nabi, dari yang awal diutus (nabi adam) sampai paling akhir/ penutup para nabi (nabi muhammad). Kenapa kita perlu mengetahui itu semua? Karena para nabi itu diutus pada zaman tertentu, tetapi nabi yang terakhir (nabi muhammad) mempunyai semua keistimewaan para nabi sebelumnya dan mendapat keistimewaan (al-qur’an) yang dijamin keasliannya sampai hari akhir/ hari kiamat, yang berfungsi sebagai sumber hukum/ petunjuk dari zaman ke zaman (hingga hari kiamat) bagi seluruh umat manusia agar selamat/ bahagia dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

Adapun kehidupan yang akan dilintasi umat manusia dibagi menjadi dua macam, yakni :

  1. Kehidupan Dunia

Adalah kehidupan jiwa yang disertai organ tubuh yang berfungsi untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang disampaikan oleh para utusan sang pencipta (Allah), sebagai ciptaan, hamba serta kholifah bagi segala sesuatu yang terdapat di dunia/bumi. Dan dalam kehidupan dunia ini juga terdapat sunnatullah (sebab akibat) yang berlaku bagi tindakan seluruh makhluq agar tidak kebingungan dalam merangkai kehidupan yang baik hingga akhir (husnul khotimah).

  1. Kehidupan Akhirat

Adalah kehidupan jiwa yang sudah tidak disertai organ tubuh setelah kehidupan dunia diatas, dan dalam kehidupan ini dapat disebut juga kehidupan pertanggungjawaban atas perbuatan manusia dalam melaksanakan kewajiban didalam kehidupan dunia. Oleh sebab itu, sang pencipta (Allah) mengutus para utusan untuk menyampaikan petunjuk/ pedoman bagi umat manusia agar mendapat kebaikan/ kebahagian didalam kehidupan akhirat ini. Akan tetapi, dikehidupan akhirat ini terdapat dua tempat, yakni :

a. Surga

Tempat bagi orang-orang yang taat pada Allah dan yang menjalankan kewajiban-kewajiban yang dibawa oleh para utusan (rasul) hingga mencapai husnul khotimah.

b. Neraka

Tempat ini kebalikan dari surga diatas. Karena tempat ini dikhususkan pada orang-orang yang durhaka/ mengingkari akan ke-esaan Allah dan ajaran para utusan (rasul).

pendidikan karakter

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu mewujudkan visi dan misi bangsa indonesia pada masa mendatang telah termuat dalam dasar-dasar Negara yaitu mewujudkan pendidikan nasional yang demokrasi dan memperteguh akhlaq mulia, kreatif, berwawasan kebangsaan, berdisiplin, bertanggung jawab dan berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan tenoklogi dalam mengembangkan kaulitas masyarakat Indonesia.

Salah satunya  upaya merealisasikannya adalah dengan cara memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan. Upaya ini bertujuan untuk membentuk dan membangun pada diri masyarakat Indonesia yang bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum,memiliki kerukunan antara umat beragama dan budaya, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai masyarakat bangsa Indonesia dalam memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa Indonesia.

Pendidikan bukanlah proses yang diorganisasikan secara teratur, terencana, dan menggunakan metode-metode serta berdasarkan aturan-aturan yang disepakati makenisme penyelenggaraan oleh Negara, melainkan telah menjadi bagian kehidupan sejak manusia itu ada. Dan pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang disengaja, direncanakan dan diorganisasikan berdasarkan aturan perundang-undangan. Jadi, pendidkan sebagai sebuah proses aktivitas yang disengaja untuk menyadarkan dan mengarahkan pada yang dicita-citakan masyarakat.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut. Karena hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, dan berinteraksi dengan masyarakat luas. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat(Ali Ibrahim Akbar,2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis(hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain(soft skill). Dalam penelitian tersebut mengungkapkan kesuksesan orang-orang tersukses di dunia ditentukan oleh 20 persen dari kemampuan hard skill dan 80 persen dari kemampuan soft skill.

Oleh karena itu, mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting nuntuk ditingkatkan. Apalagi di Negara Indonesia sekarang hampir melupakan karakter peserta didik yang akan menjadi generasi masa depan bangsa Indonesia. Pada sekarang ini, peserta didik di Indonesia membentuk karakter dirinya sendiri secara bebas dan tidak mempunyai dasar-dasar yang membatasi pembentukan karakter tersebut. Sehingga tidak salah banyak masalah yang diakibatkan oleh peserta didik seperti tawuran, dll. Karena itu, kami mengungkit tentang Pendidikan Karakter.

B. Tujuan

Adapun tujuan masalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia
  2. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan perkembangan pendidikan karakter bangsa
  3. Mengetahui tujuan perkembangan pendidikan karakter bangsa

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, kami membuat rumusan masalah sebagai berikut: 

  1. Apa pengertian pendidikan karakter ?
  2. Hal apa saja yang mempengaruhi dalam pembentukan karakter ?
  3. Apa tujuan dan fungsi pendidikan karakter ?
  4. Ciri-ciri pendidikan karakter ?
  5. Apa saja yang dapat dilakukan untuk membangun kepribadian dalam pendidikan karakter ?
  6. Bagaimanakah pendidikan karakter pada saat ini ?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 A. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penamaan nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan. Pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan melalui perkembangan karakter individu seseorang.Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka perkembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial  dan budaya yang bersangkutan.Artinya, perkembangan budaya dan karakter dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peseta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.

Pendidikan karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya pendidikan itu oleh para ahli dianggap sebagai suatu hal yang niscaya. John Sewey, misalnya, pada tahun 1916 yang mengatakan bahwa sudah merupakan hal yang lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah. Kemudian pada tahun 1918 di Amerika Serikat (AS), Komisi Pembaharuan Pendidikan Menengah yang ditunjuk oleh Perhimpunan Pendidikan Nasioanal melontarkan sebuah pernyataan bersejarah yaitu mengenai tujuan-tujuan pendidikan umum.Lontaran itu dalam sejarah kemudian dikenal sebagai “Tujuh Prinsip Utama Pendidikan”, antara lain :

  1. Kesehatan
  2. Penguasaan proses-proses fundamental
  3. Menjadi anggota keluarga yang berguna
  4. Pekerjaan
  5. Kewarganegaraan
  6. Penggunaan waktu luang secara bermanfaat
  7. Watak susila

Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PKN atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa yang dominan untuk mengajarkan pendidikan karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan pendidikan karakter bangsa.Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila seorang guru PKN mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab.

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tak pernah ditinggalkan.Sebagai sebuah proses, ada dua hal asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia.Pertama, bisa dianggap sebagai sebuah proses yang terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara alamiah.Pendidikan bukanlah proses yang diorganisasi secara teratur, terencana, dan mengunakan metode-metode yang dipelajari serta berdasarkan aturan-aturan yang telah disepakati mekanisme penyelenggaraannya oleh suatu komunitas masyarakat (Negara), melainkan lebih merupakan bagian dari kehiupan yang memang telah berjalan sejak manusia itu ada.Pengertian ini menunjuk bahwa pada dasarnya manusia secara alamiah merupakan mahkluk yang belajar dari peristiwa alam dan gejala-gejala kehidupan yang ada untuk mengembangkan kehidupannya. Kedua, pendidikan dianggap sebagai proses yang terjadi secara sengaja, disengaja, dan diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku, terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.Pendidikan sebagai sebuah kegiatan dan proses aktivitas yang disengaja ini merupakan gejala masyarakat ketika sudah mulai disadari pentingnya upaya untuk membentuk, mengarahkan, dan mengatur manusia sebagaimana dicita-citakan masyarakat terutama cita-cita orang yang mendapatkan kekuasaan. Cara mengatur manusia dalam pendidikan ini tentunya berkaitan dengan bagaimana masyarakat akan diatur.Artinya, tujuan dan pengorganisasian pendidikan mengikuti arah perkembangan sosio-ekonomi yang berjalan.Jadi, ada aspek material yang menjelaskan bagaimana arah pendidikan didesain berdasarkan siapa yang paling berkuasa dalam masyarakat tersebut. Karakter merupakan perpaduan antara moral, etika, dan akhlak. Moral lebih menitikberatkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, atau benar atau salah. Sebaliknya, etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam keyakinan di mana keduanya(baik dan buruk) itu ada. Karenanya, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

B. Hal-hal Yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Berbicara tentang pendidikan karakter, ungkapan indah Phillips dalam The Great Learning(2000:11): “If there is righteousness in the heart, there will be beauty in the character; if there is beauty in the character, there will be harmony in the home; if there is harmony in the home, there will be order in the nation; if there is order in the nation, there will be peace in the world”.

Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi seperti dikemukakan di atas, hemat saya, pendidikan karakter merupakan langkah sangat penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru. Tetapi penting untuk segara dikemukakan-sebagaimana terlihat dalam pernyataan Phillips tadi-bahwa  pendidikan karakter haruslah melibatkan semua pihak: rumahtangga dan keluarga; sekolah; dan lingkungan sekolah lebih luas (masyarakat). Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan pendidikan ini. Pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasi.

Dengan demikian, rumahtangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan watak dan pendidikan karakter pertama dan utama mestilah diberdayakan kembali. Sebagaimana disarankan Phillips, keluarga hendaklah kembali menjadi “school of love”, sekolah untuk kasih sayang (Phillips 2000). Dalam perspektif Islam, keluarga sebagai “school of love” dapat disebut sebagai “madrasah mawaddah wa rahmah, tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.

Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada pembinaan keluarga (usrah). Keluarga merupakan basis dari ummah (bangsa); dan karena itu keadaan keluarga sangat menentukan keadaan ummah itu sendiri. Bangsa terbaik (khayr ummah) yang merupakan  ummah wahidah (bangsa yang satu) dan ummah wasath (bangsa yang moderat), sebagaimana dicita-citakan Islam hanya dapat terbentuk melalui keluarga yang dibangun dan dikembangkan atas dasar mawaddah wa rahmah.

Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan Anas r.a, keluarga yang baik memiliki empat ciri. Pertama; keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mengamalkan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, keluarga di mana setiap anggotanya saling menghormati dan menyayangi; saling asah dan asuh. Ketiga, keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan; tidak ngoyo atau tidak serakah dalam usaha mendapatkan nafkah; sederhana atau tidak konsumtif dalam pembelanjaan. Keempat, keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya; dan karena itu selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluarganya melalui proses belajar dan pendidikan seumur hidup (life long learning), min al-mahdi ila al-lahdi.

Datang dari keluarga mawaddah wa rahmah dengan ciri-ciri seperti di atas, maka anak-anak telah memiliki potensi dan bekal yang memadai untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Dan, sekali lagi, sekolah-seperti sudah sering dikemukakan banyak orang-seyogyanya tidak hanya menjadi tempat belajar, namun sekaligus juga tempat memperoleh pendidikan, termasuk pendidikan watak dan pendidikan nilai.

Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka. Seperti dikemukakan Fraenkel (1977:1-2), sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise). Lebih lanjut, Fraenkel mengutip John Childs yang menyatakan, bahwa organisasi sebuah sistem sekolah dalam dirinya sendiri merupakan sebuah usaha moral (moral enterprise), karena ia merupakan usaha sengaja masyarakat manusia untuk mengontrol pola perkembangannya.

Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui sekolah, dengan demikian, tidak bisa dilakukan semata-mata melalui pembelajaran pengetahuan, tetapi adalah melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai. Apakah nilai-nilai tersebut? Secara umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya mencakup dua bidang pokok, estetika, dan etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Estetika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap apa yang dipandang manusia sebagai “indah”, apa yang mereka senangi. Sedangkan etika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari agama, adat istiadat, konvensi, dan sebagainya. Dan standar-standar itu adalah nilai-nilai moral atau akhlak tentang tindakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “kini dan di sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini pula.

Dalam konteks itu, al-Qur’an dalam banyak ayatnya menekankan tentang kebersamaan anggota masyarakat menyangkut pengalaman sejarah yang sama, tujuan bersama, gerak langkah yang sama, solidaritas yang sama. Di sinilah, tulis Quraish Shihab, muncul gagasan dan ajaran tentang amar ma`ruf dan nahy munkar; dan tentang fardhu kifayah, tanggung jawab bersama dalam menegakkan nilai-nilai yang baik dan mencegah nilai-nilai yang buruk.

Dalam lingkungan sekitar, kita banyak menemui bermacam-macam orang dengan sifat yang berbeda, ada yang nakal dan yang baik. Tidak semuanya orang yang berasal dari keluarga baik itu baik juga sifatnya, bisa jadi sifatnya bertolak belakang dengan keluarganya yang baik. Itu semua bisa terjadi karena pengaruh dari lingkungan di sekitar kita sendiri dan kita sendiri gampang terpengaruh olehnya. Jadi, kita harus mempunyai pegangan yang kuat agar kita tidak gampang terpengaruh oleh lingkungan yang mungkin kita jumpai pada zaman berikutnya.

Oleh karena itu, peran keluarga, sekolah sampai ke lingkungan sangat berkaitan dalam mengarahkan dan membentuk karakter anak-anak didik kita agar berjalan pada norma-norma yang berlaku dalam agama dan negara.

C. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter 

Perkembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia.Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan Nasional Berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peseta didik agar menjadi manusia yag beriman,dan bertakwa kepaa Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.Tujuan Pendidikan Nasional merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan Pendidikan.Oleh karena itu, rumusan tujuan Pendidikan Nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakkan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan.Tujuan Pendidikan Pendidikan Karakter Bangsa diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan Warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
  2. Mengembangkan Kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya dan karakter bangsa
  3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa
  4. Mengembangkan kemampuan pesrta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan dan
  5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa merupakan Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dan diidentifikasi dari sumber-sumber Agama, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama, maka kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan.Secara politis, kehidupan kenegaraan didasari pada nilai yang berasal dari agama.Dan sumber yang kedua adalah Pancasila, Pancasila : Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut dengan Pancasila.Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut lagi dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi Warga Negara yang lebih baik, yaitu Warga Negara yang memiliki kemampuan, kemauan,dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai Warga Negara.Budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak disadari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut.Posisi budaya yang demikian penting dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Dan adapun fungsi-fungsi pendidikan karakter bagi seseorang atau sebuah kelompok (Negara) adalah sebagai berikut:

  1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
  2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
  3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
    pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

D. Ciri-ciri Pendidikan Karakter

Ciri-ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster adalah sebagai berikut:

  1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
  1. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
  2. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
  3. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik dan menghindari apa yang dipandangn jelek. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen/prinsip yang dibuat oleh dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup diri sendiri ataupun pengalaman hidup orang lain.

EMembangun Kepribadian Pendidikan Karakter

Membangun karakter bangsa adalah membangun pandangan hidup, tujuan hidup, falsafah hidup, rahasia hidup serta pegangan hidup suatu bangsa.Sebagai bangsa, bangsa Indonesia telah memiliki pegangan hidup yang jelas.Dimulai sejak dikumandangkannya Proclamation of Independence Indonesia dan dicetuskannya declaration of Independence sebagai cetusan kemerdekaan dan dasar kemerdekaan, sekaligus menghidupkan kepribadian bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya meliputi kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan dan kepribadian nasional.Membangun karakter sangat diperlukan dalam memaknai kehidupan merdeka yang telah dicapai oleh bangsa kita atas karunia Tuhan.Pendidikan adalah proses pembangunan karakter.Pembangunan karakter merupakan proses membentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi lebih baik, tergantung pada bekal masing-masing.Mau dibawa kemana karakter tersebut dan mau dibentuk seperti apa nantinya, tergantung pada potensinya dan juga tergantung pada peluangnya.

Pembangunan dan pendidikan karakter sebenarnya telah dibatasi (kontradiktif) dengan pendidikan mahal dan komersil atau kapatalisme pendidikan.Bangsa adalah kumpulan manusia individual, Karakter bangsa dicerminkan oleh karakter manusia-manusia yang ada di dalam bangsa tersebut. Sebuah bangsa lahir mirip dengan seorang manusia lahir, Seorang bayi lahir dari perjuangan keras seorang ibu. Pembangunan karakter bangsa juga demikian, dimana pembangunan karakter bangsa berkaitan dengan sejarah dimasa lalu yang memberikan syarat-syarat material yang memunculkan persepsi masyarakat terhadap kondisinya tersebut, dipengaruhi oleh kejadian konkret di masa kini. Pembangunan karakter diperlukan untuk menumbuhkan watak bangsa yang bisa dikenali secara jelas, yang membedakan diri dengan bangsa lainnya, dan ini diperlukan untuk menghadapi situasi zaman yang terus berkembang. Pembangunan karakter menjadi penting karena situasi kehidupan tertentu dan konteks keadaan tertentu membutuhkan karakter yang sesuai untuk menjawab keadaan yang ada tersebut. Misalnya, bangsa yang masih rendah teknologinya memerlukan karakter yang produktif dan kreatif dari generasi bangsanya, tempat berpikir ilmiah menjadi titik tekan karena hal itulah yang sangat dibutuhkan untuk menjawab tuntutan. Pembangunan karakter yang keras harus dilakukan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat, jangan sampai titik tekan pembangunan karakter tersebut justru menjadi tidak cocok dengan kebutuhan untuk mengatasi masalah yang ada. Pembangunan karakter itulah yang kemudian dapat dilakukan oleh pendidikan karena didalamnya proses sosial mengarahkan generasi yang dilakukan.

Kepribadian manusia selalu berkembang sehingga bisa dibentuk ulang dan diubah. Kepribadian adalah hubungan antara materi tubuh dan jiwa seseorang yang perkembangannya dibentuk oleh pengalaman dan kondisi alam bawah sadar yang terbentuk sejak awal pertumbuhan manusia, terutama akibat peristiwa-peristiwa psikologis yang penting dalam pertumbuhan diri. Banyak yang beranggapan bahwa tidak ada orang yang memiliki dua kepribadian, kecuali orang yang sakit jiwa.Kepribadian orang digunakan untuk merespons lingkungan disekitarnya. Bukan segala tingkah laku orang dapat ditentukan kepribadiannya, akan tetapi ada saat tertentu lingkungan luar dapat mengubah kepribadian seseorang jika lingkungan tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar. Oleh karena itu, Kepribadian dapat berubah apabila lingkungan tiba-tiba berubah

F. Pendidikan karakter saat ini

Pendidikan karakter menjadi kunci terpenting kebangkitan Bangsa Indonesia dari keterpurukan untuk menyongsong datangnya peradaban baru.Di Indonesia, akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat hangat sejak Pendidikan Karakter dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada saat Peringatan Hari Pendidikan Nasional, pada tanggal 2 mei 2010 lalu.Tekad Pemerintah tersebut bertujuan untuk mengembangkan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan Nasional yang harus didukung secara serius.Karakter bangsa dapat dibentuk dari program-program pendidikan atau dalam proses pembelajaran yang ada di dalam kelas.Akan tetapi, apabila pendidikan memang bermaksud serius untuk membentuk suatu  karakter generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, dan dibutuhkan penyadaran terhadap para pendidik dan juga terhadap pelaksana kebijakan pendidikan. Jika kita pahami arti dari Pendidikan secara luas, pendidikan sebagai proses penyadaran, pencerdasan dan pembangunan mental atau karakter, tentu bukan hanya identik dengan sekolah.Akan tetapi, berkaitan dengan proses kebudayaan yang secara umum sedang berjalan, dan juga memliki kemampuan untuk mengarahkan kesadaran,membentuk cara pandang, dan juga membangun karakter generasi muda.Artinya, karakter yang menyangkut cara pandang dan kebiasaan siswa, remaja, dan juga kaum muda secara umum sedikit sekali yang dibentuk dalam ruang kelas atau sekolah, akan tetapi lebih banyak dibentuk oleh proses sosial yang juga tak dapat dilepaskan dari proses ideoogi dan tatanan material-ekonomi yang sedang berjalan.

Mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui Pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.Pendidikan adalah suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi muda bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan tersebut dapat ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa.Oleh karena itu, pendidikan merupakan proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya karakter bangsa untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses interalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa,dan pendidikan yang telah dikemukakan diatas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai karakter diri, yang menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga Negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang.Perkembangan tersebut harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dengan metode belajar serta pembelajaran yang efektif.Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.

Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa adalah perkembangan potensi peserta didik agar menjadi berperilaku baik, dan bagi peseta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa, untuk memperkuat pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam perkembangan potensi peserta didik yang bermartabat, dan juga untuk menyaring budaya bangsa sendiri dengan bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang terencana dalam mencapai proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga peserta didik memiliki keahlian dan ciri khas yang ada dalam naungan norma-norma agama dan negara, dan tercetaklah generasi yang baik dan berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara.

Maka dari itu, kita sebagai generasi selanjutnya harus memiliki sifat yang berdasarkan pada agama dan aturan-aturan negara. Dan cetaklah generasi selanjutnya dan selanjutnya yang melebihi sifat baik kita semua.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini kami mohon dengan sangat masukan dan kritikan dari Bapak Dosen agar menjadi lebih baik lagi, karena dalam penyusunan makalah ini kami, mungkin banyak kata atau penulisan kata yang salah dan mungkin ada kekeliruan dalam makalah ini yang signifikan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ananta Pramoedya Toer.2006. Anak Semua Bangsa.Jakarta : Lentera Dipantar

Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, www.depdiknas.go.id

Muin,Fachtul.2011.Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan praktik.Yogyakarta : Arr-ruzz Media

Phillips.2000.The Great Learning

http://pndkarakter.wordpress.com/category/tujuan-dan-fungsi-pendidikan-karakter/

Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7

http://berbagireferensi.blogspot.com/2011/10/pengembangan-pendidikan-dan budaya-dan.html

Pertemanan

Perteman adalah hal yang menyenangkan pada waktu-waktu tertentu, karena dalam pertemanan memiliki tahapan tersendiri. Adapun tahapan pertemanan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mencari Keakraban

Dalam tahap ini biasanya satu sama lain akan coba berbicara basa basi sampai mereka nyaman dan tidak sungkan kepada kita. contohnya : menceritakan tentang diri mereka masing-masing, entah itu tentang keluarga, pendidikan, percintaan dll.

2. Akrab

Disini mereka sudah menjalani kehidupan bersama dan akan saling percaya satu sama lain. Sehingga mereka selalu terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya.

3. Mulai ada Jarak

Disini mereka mulai menemukan hal-hal yang sangat berharga bagi mereka masing-masing, yang tidak mungkin diberitahukan pada temannya. tapi diantara mereka tidak ada rasa sungkan, hanya saja mereka mulai sibuk dengan kegiatan sendiri dan bisa saja mereka membuat acara pertemuan mereka (reuni)untuk berbagi cerita dan pengalaman satu sama lain.

terima kasih